Alkisah, di Kampung Tungkaran lahirah seorang anak bernama Abdussamad. Dari kecil, Abdussamad dididik ilmu agama oleh orang tuanya. Setelah ilmu orang tuanya diturunkan kepada Abdussamad, Abdussamad menuntut ilmu Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari di Kalampayan. Abdussamad termasuk murid yang pandai sehingga tidak mengherankan dalam waktu singkat Abdussamad menguasai ilmu-ilmu yang diajarkan Syekh Arsyad Al Banjari. Setelah Syekh Arsyad Al Banjari merasa ilmu Abdussamad cukup, Abdussamad diminta menyiarkan agama Islam.
Sejak diizinkan menjadi guru, Abdussamad berpindah tempat ke Tungkaran. Di situlah dia mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Abdussamad mengajarkan semua ilmunya tanpa pamrih.
Ketinggian ilmu yang dimiliki oleh Abdussamad telah tersohor ke daerah-daerah lainnya. Karena Abdussamad bermukim dan mengajarkan imu di Tungakaran, maka masyarakat sekitar menyebut dirinya sebagai Datu Tungkaran. Ini menandakan bahwa Abdussamad menjadi orang yang paling dihormati di daerah Tungkaran.
Kabar tentang ketinggian ilmu datu Tungkaran juga terdengar oleh Raja Banjar. Raja Banjar meminta Datu Tungkaran untuk datang ke istana mengajarkan ilmu kebatinan dengan kaitannya dengan ilmu kemiliteran. Beliau menyanggupi apa yang diperintahkan Raja, Datu Tungkaran membawa beberapa prajurit dan panglima kerajaan untuk dilatih di Tungkaran.
Di antara para prajurit dan panglima kerajaan Banjar yang dilatih, Haji Buyasin dan Tumenggung Sutun yang dibekali ilmu kebatinan dan ilmu kebal. Kelak saat terjadi pertempuran antara pihak kerajaan Banjar dengan pihak Belanda, keberanian Haji Buyasin dan Tumenggung Sutunlah yang menjadi momok menakutkan bagi pihak Belanda. Dengan ilmu kebatinan dan ilmu kebal yang diajarkan Datu Tungkaran, Haji Buyasin dan Tumenggung Sutun berhasil mengobrak-abrik pasukan Belanda.
Datu Tungkaran mempunyai seorang saudara laki-laki. Keduanya saling menyayangi dan tak pernah berselisih paham. Suatu hari, Datu Tungkaran dan adiknya berbincang-bincang mengenai ilmu yang dimiliki Datu Tungkaran. Dari perbincangan tersebut Datu Tungkaran tahu bahwa adiknya menginginkan agar Datu Tungkaran mengajarkan semua ilmunya kepada sang adik. Datu Tungkaran mengingatkan adiknya agar jangan terlalu tamak. Beliau berkata kepada adiknya bahwa semua ilmu yang dimilikinya dapat saja ia ajarkan, namun mereka berdua tidak boleh hidup setanah. Syarat yang dikatakan Datu Tungkaran diterima oleh adiknya.
Sebelum semua ilmu diturunkan, Datu Tungkaran berpesan agar setelah hidup terpisah adiknya harus membina dan melayani masyarakat. Keesokan harinya, setelah adik Datu Tungkaran menerima semua ilmu yang diajakan, adiknya pergi ke Batakan dan menetap di sana.
Legenda Datu Tungkaran mengisahkan seseorang yang mempunyai ilmu yang tinggi. Datu Tungkaran yang sejak mudanya sudah diajarkan semua ilmu agama oleh orang tuanya dan juga berguru kepada syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, walaupun memiliki ilmu yang tinggi, ketinggian ilmunya tidak untuk dirinya sendiri. Namun ia ajarkan kepada masyarakat. Cerita di atas mengungkapkan bahwa pada hakikatnya, ilmu berdimensi sosial. Artinya, ilmu tidak hanya untuk diri sendiri. Seseorang yang menguasai suatu ilmu tidak boleh kikir ilmu.
Tema yang terkandung dalam legenda Datu Tungkaran adalah bahwa ilmu harus diajarkan kepada orang lain. Amanat yang dapat dipetik dari tema ini adalah jika menguasai suatu ilmu, maka ilmu tersebut harus diajarkan, ditularkan, atau diwariskan kepada orang lain.
Sumber: Kisah Rakyat Banjar
Post a Comment