Sebelah utara Kota Garut (� 13 km) terdapat sebuah Situ (telaga=danau kecil) bernama Situ Bagendit. Indahnya alam Situ ini telah membuat Situ Begendit terkenal sebagai tempat rekreasi yang menyenangkan.

Konon beribu-ribu tahun sebelum Situ Bagendit menjadi �situ�, tempat itu merupakan dataran desa yang subur. Di desa itu ada seorang janda kaya bernama Nyi Endit yang berkuasa dan ditakuti di desa tersebut. Kekayaannya yang berlimpah-limpah ia gunakan untuk dipinjamkan kepada penduduk dengan bunga yang amat tinggi. Untuk keamanan pribadinya, Nyi Endit memelihara beberapa orang jago sebagai tukang kepruk. Jago-jago itu selain bertindak sebagai pengawal pribadi Nyi Endit, juga bisa bertugas �menagih paksa� mereka yang meminjam uangnya dan pada waktunya tak mau membayar utangnya.


Apabila musim panen tiba, di halaman rumah Nyi Endit (yang lebih pantas disebut istana) penuh padat oleh hasil pertanian, terutama padi. Pada suatu ketika, datang musim kemarau yang amat panjang, mengakibatkan musim paceklik pun tiba, yang menyengsarakan petani-petani yang hidupnya sudah amat melarat. Dalam tempo singkat, penyakit kelaparan menghantui penduduk.

Hampir setiap hari selalu ada kabar kematian penduduk karena kelaparan.Tapi keadaan di istana tuan tanah dan lintah darat Nyi Endit justru sebaliknya. Hampir seminggu sekali pesta bersama sanak keluarga dan kerabatnya tetap diselenggarakan.

�Saudara-saudara makan dan minumlah sepuas hati ....Malam ini kita rayakan keuntungan besar yang kuperoleh dari hasil panen tahun ini!� kata Nyi Endit sambil tersenyum di depan tamu-tamunya.

Tiba-tiba di tengah pesta makan itu muncul pegawai Nyi Endit dan menghadap perempuanitu. �Nyai, di luar ada pengemis yang memaksa ingin masuk ruangan untuk minta sedekah!�

�Apa ?! Pengemis ? Tak ada sedekah yang kuberikan .......... Usir dia !! teriak Nyi Endit. Tapi ternyata yang dimaksud dengan pengemis itu telah berada di dalam ruangan itu. �Nyi Endit kau memang benar-benar manusia kejam!� kata pengemis tua itu. �Mau apa kau pengemis busuk! Pergi kau dari tempatku ini!� dengan gusar Nyi Endit membentak.

Namun pengemis itu tetap diam tak beranjak dari tempatnya. Kemudian ia berkata, �Tak mau memberikan sedekah pada manusia melarat macam aku? hm ... sungguh terkutuk hidupmu Nyi endit ! Kau tega berpesta pora di tengah-tengah rakyat kelaparan dan sekarat karena darahnya setiap hari kau hisap. Betul-betul kau lintah darat terlaknat !�

Mendengar ucapan pengemis tua itu Nyi Endit menjadi geram. �Binatang! Anak-anak, ayo kepruk dan cincang keledai tua itu!� teriak Nyi Endit menyuruh pengawalnya. Serentak keempat pengawal Nyi Endit itu mencabut goloknya masing-masing dan menyerbu pengemis tua itu. Tapi dalam sekali gebrak keempat pengawal itu terlempar jatuh hingga beberapa meter.

Nyi Endit dan semua tamu yang hadir menjadi sangat terkejut, tak menduga si pengemis itu memiliki kepandaian yang hebat.

�Nyi Endit, baiklah, sebelum aku meninggalkan istanamu, karena ternyata kau tak mau berbaik hati kepadaku dan manusia-manusia melarat lainnya. Aku ingin memberikan pertunjukan padamu ...� kata pengemis itu seraya menancapkan sebatang ranting ke lantai. �Lihatlah! Ranting ini sudah kutancapkan ke lantai. Nah, sekarang cabutlah kembali ranting ini, bila tak sanggup kau boleh mewakilkan kepada orang lain!. Bila kalian bisa mencabutnya, betul-betul kalian orang-orang yang paling mulia di dunia ini!.

Nyi Endit masih menganggap enteng pengemis itu. Tapi ia begitu penasaran untuk mencabut ranting itu, maka disuruh pengawalnya yang berbadan cukup kekar untuk mencabutnya. Namun, tak satu pun pengawalnya yang sanggup mencabut ranting itu. Oleh karena Nyi Endit tetap sombong meskipun telah menyaksikan kehebatan pengemis tua itu, akhirnya si pengemis pun mencabut ranting itu dan keluarlah air. Mula-mula air itu kecil, namun lama kelamaan membesar, yang akhirnya menggenangi seluruh desa. Nah, musnahlah seluruh harta Nyi Endit yang dikumpulkannya dengan menghisap darah penduduk karena diterjang banjir yang dahsyat itu. Nah, air itulah yang kini menjadi situ yang dikenal dengan nama Situ Bagendit.

Post a Comment

Previous Post Next Post